DARI JALAN TOL TRANS SUMATERA UNTUK EKONOMI KREATIF LAMPUNG : PELUANG DAN TANTANGAN

DARI JALAN TOL TRANS SUMATERA UNTUK EKONOMI KREATIF LAMPUNG : PELUANG DAN TANTANGAN

Oleh : Decky Ferdiansyah

(ASN Bappeda Provinsi Lampung, saat ini sedang kuliah Pasca Sarjana di ITB Bandung)

Â

Berbicara tentang ekonomi kreatif, maka berbicara tentang dua hal, yaitu ekonomi dan kreatif. Ekonomi adalah serangkaian aktifitas yang cenderung stabil dan memiliki kaidah-kaidah ilmiah yang baku. Berbeda jauh dengan kata kreatif yang banyak dimaknai dengan kondisi anti kestabilan dan cenderung menabrak aturan-aturan baku. Pemaknaan kedua kata tersebut tidak boleh terpisah. Manakala kedua kata tersebut diartikan terpisah, maka pemaknaannya akan tereduksi. Persis ketika kita berusaha menerjemahkan sebuah kalimat menggunakan alat penerjemah. Kita akan kehilangan makna.

Ada banyak definisi tentang ekonomi kreatif. Definisi paling awal tentang ekonomi kreatif pertama sekali diperkenalkan oleh John Howkins pada tahun 2001 dalam bukunya yang berjudul The Creative Economy : How People Make Money from Ideas. Dalam bukunya tersebut, ia mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai “kegiatan ekonomi dalam masyarakat yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menghasilkan ide, tidak hanya melakukan hal-hal yang rutin dan berulang”. Definisi ini dicetuskan oleh John Howkins karena melihat faktor kreatifitas sebagai kekuatan utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Definisi lain yang relatif lengkap berasal dari Departemen Budaya, Media dan Olahraga Pemerintah Inggris Raya (DCMS), yang mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai “industri-industri yang memiliki keaslian dalam kreatifitas, kemampuan dan talenta individu serta potensi untuk kesejahteraan dan penciptaan lapangan kerja melalui generasi dan eksploitasi dari kekayaan intelektual”. Definisi DCMS ini telah melangkah ke tahap berikutnya dalam ekonomi kreatif, yaitu tahap industrialisasi ekonomi kreatif.

Implementasi Ekonomi Kreatif di Berbagai Negara

Berbicara tentang pertumbuhan ekonomi, maka tidak dapat dilepaskan dari aspek produksi barang dan jasa untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia. Tanpa adanya produksi barang dan jasa, maka ekonomi suatu negara akan mengalami stagnasi, bahkan kemunduran. Konsep tentang Produk Domestik Bruto (PDB) yang menjadi indikator utama dalam pertumbuhan ekonomi pada hakikatnya berbicara tentang aspek produksi dan konsumsi. Produksi barang dan jasa tentu saja akan diserap oleh pasar dengan adanya permintaan dari konsumen. Sehingga tahap produksi akan bermuara kepada tahap konsumsi. Inilah siklus utama dalam perekonomian, yaitu berawal dari tahap produksi dan berakhir di tahap konsumsi untuk kemudian kembali lagi ke tahap produksi. Begitu seterusnya (Mankiw, 2003).

Banyak pihak meyakini bahwa ekonomi kreatif adalah kekuatan utama dalam pertumbuhan ekonomi. Ekonomi kreatif menawarkan bentuk baru dalam menghela pertumbuhan ekonomi, yaitu sinergi dari ide, teknologi dan konten kreatifitas. Ketiga unsur tersebut akan menciptakan sumber utama dari pertumbuhan ekonomi yaitu inovasi dan keunggulan kompetitif. Inilah yang menjadi fitur utama dari ekonomi kreatif (Howkins, 2001).

Pada tahun 2013, Organisasi Dunia untuk Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) mengeluarkan Creative Economy Reports 2013. Laporan tersebut menyebutkan bahwa dalam jangka panjang, industri kreatif dan budaya akan memiliki produksi barang dan jasa yang sangat besar dan akan menjadi faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi global. Hal ini dikarenakan industri kreatif dan budaya memiliki modal utama yang disebut dengan inovasi dan keunggulan kompetetitif. Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa nilai industri kreatif pada tahun 2000 telah mencapai 2,2 trilyun dolar Amerika, dengan tingkat pertumbuhan sebesar 5 % per tahun (UNESCO, 2013).

Bagaimana dengan perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia? Publikasi Ekonomi Kreatif 2016 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik RI menunjukkan bahwa sejak tahun 2010 hingga 2015 ekonomi kreatif mengalami kenaikan rata-rata sebesar 10,14 % setiap tahunnya dengan nilai PDB mencapai Rp. 852,24 trilyun pada tahun 2015. Nilai ini memberikan kontribusi kepada perekonomian nasional sebesar 7,38 – 7,66 %. Untuk sektor lapangan usaha yang relatif baru dan sebagian besar masih berskala usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM), kontribusi sektor ekonomi kreatif terhadap perekonomian nasional tersebut hampir menyamai sektor pertambangan (9,56 %) dan sektor konstruksi (9,54 %). Padahal kedua sektor tersebut telah berada pada skala industri dan ditopang dengan permodalan yang sangat besar. Bila menghitung daya serap terhadap tenaga kerja, pada tahun 2015 sektor ekonomi kreatif mampu menyerap sebanyak 15,9 juta tenaga kerja. Pertumbuhan daya serap tenaga kerja ini mengalami pertumbuhan sebesar 2,15 % dari tahun sebelumnya. Adapun bila dilihat lebih lanjut, ternyata ada tiga subsektor yang memberikan kontribusi sangat besar dalam perkembangan ekonomi kreatif, yaitu subsektor kuliner (41,69 %), fashion (18,15 %) dan hasil kerajinan tangan (15,70 %) (BPS, 2016).Â

Perkembangan Ekonomi Kreatif di Provinsi Lampung

Pada tanggal 3 Agustus 2017, Badan Ekonomi Kreatif RI (Bekraf RI) mengadakan kegiatan Identifikasi Pelaku Ekonomi Kreatif dalam Rangka Pengembangan Big Data Ekonomi Kreatif di Provinsi Lampung. Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh Bekraf RI dan dihadiri oleh unsur pemerintah dan pelaku usaha ekonomi kreatif se-Provinsi Lampung. Pada kegiatan tersebut dilakukan sosialisasi mengenai program kerja Bekraf RI serta pemaparan dan diskusi tentang perkembangan ekonomi kreatif di Provinsi Lampung. Event yang mendapat apresiasi oleh Bekraf RI adalah pelaksanaan Festival Lampung dan Way Kambas Festival yang sudah menjadi agenda pariwisata tahunan di Provinsi Lampung.

Namun, salah satu yang menjadi kendala dalam pengembangan ekonomi kreatif di Provinsi Lampung adalah minimnya ketersediaan data pelaku usaha ekonomi kreatif. Padahal Bekraf RI meyakini bahwa kegiatan identifikasi dan pendataan merupakan langkah awal yang harus dilakukan agar program kerja yang akan disusun dapat tepat sasaran dalam upaya pengembangan ekonomi kreatif. Untuk itu, Bekraf RI telah membuat aplikasi Bekraf Information System in Mobile Application (BISMA). Aplikasi ini akan memudahkan para pelaku usaha ekonomi kreatif untuk mengisi berbagai data yang terkait dengan usahanya.

Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera di Provinsi Lampung

Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) adalah jaringan jalan tol sepanjang 2.818 km yang direncanakan menghubungkan kota-kota di sepanjang Pulau Sumatera, dari Lampung hingga Aceh. Pembangunan jalan tol ini diperkirakan menelan biaya sebesar 150 trilyun rupiah. Untuk Provinsi Lampung, ruas tol yang dibangun meliputi dua ruas, yaitu ruas Bakauheni – Terbanggi Besar sepanjang 141 km dan ruas Terbanggi Besar – Pematang Panggang sepanjang 100 km. Pembangunan dua buah ruas tol di Provinsi Lampung ini dikerjakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang konstruksi. Untuk merespon hal tersebut, Pemerintah Provinsi Lampung merespon cepat dengan membentuk Tim Percepatan Jalan Tol Trans Sumatera Lampung (Tim PJTTS Lampung). Tim ini bertugas untuk melakukan percepatan pembebasan lahan yang terkena proyek pembangunan JTTS di Lampung.

Pembangunan infrastruktur berupa jalan tol bertujuan untuk memenuhi konektifitas antarwilayah sehingga aktifitas perekonomian dapat berjalan. Aktifitas perekonomian yang bercirikan transaksi jual-beli sangat membutuhkan konektifitas antarwilayah agar terjadi pertukaran barang dan jasa dari satu wilayah ke wilayah lain. Dengan adanya aktifitas perekonomian di masyarakat, maka pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan. Inilah arti pentingnya pembangunan JTTS sehingga dapat semakin mendorong pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung.

Peluang dan Tantangan Pengembangan Ekonomi Kreatif di Provinsi Lampung

Berbicara mengenai peluang dan tantangan pengembangan ekonomi kreatif saat ini di Provinsi Lampung, maka setidaknya menyangkut dua hal, yaitu dukungan kelembagaan dan dukungan infrastruktur. Dukungan kelembagaan meliputi dukungan pemerintah daerah, perbankan dan swasta/komunitas. Dukungan pemerintah daerah, yang mencakup Pemerintah Provinsi Lampung dan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung, mutlak diperlukan. Kata kuncinya adalah bagaimana pemerintah daerah dapat menciptakan ekosistem yang kondusif agar ekonomi kreatif dapat tumbuh dan berkembang. Ekosistem ini perlu diwujudkan agar ekonomi kreatif mampu tumbuh dan berkembang secara natural tanpa gangguan dari dinamika pasar yang cenderung pragmatis. Pragmatisme ini terlihat dari makin banyaknya akuisisi yang dilakukan multi-national corporate (MNC) terhadap industri-industri kecil. Ibarat seorang bayi, ekonomi kreatif ini perlu dijaga dari gangguan orang-orang dewasa yang dapat mengganggu tumbuh-kembangnya. Ekosistem yang kondusif ini mencakup pemberian izin usaha, modal dan pendampingan usaha, insentif pajak, deregulasi peraturan daerah dan lain-lain. Perbankan juga memiliki peran yang cukup penting bagi para pelaku usaha ekonomi kreatif dalam bentuk pemberian modal dan pendampingan usaha. Terlebih perbankan memiliki dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang dapat digunakan untuk pengembangan ekonomi kreatif berbasis community development (pembangunan berbasis komunitas). Pada titik inilah dukungan swasta/komunitas juga menjadi penting. Umumnya ekonomi kreatif lahir dari ide-ide dan kreatifitas dari komunitas-komunitas yang ada dalam masyarakat. Â

Dukungan yang kedua adalah dukungan infrastruktur. Sebagai salah satu bagian dari aktifitas perekonomian, ekonomi kreatif juga memerlukan dukungan pembangunan infrastruktur. Agar dapat tumbuh dari skala UMKM menjadi skala industri, maka ekonomi kreatif memerlukan konektifitas antarwilayah. Transaksi jual-beli, jejaring usaha yang akan dibentuk serta perluasan pasar mutlak memerlukan dukungan infrastruktur, terutama infrastruktur jalan dan transportasi. Pada titik inilah peran Jalan Tol Trans Sumatera menjadi vital bagi pengembangan ekonomi kreatif di Provinsi Lampung. Dengan adanya jalan tol, mobilitas penduduk akan meningkat, terjadi penurunan pada biaya distribusi barang dan jasa serta makin cepatnya arus distribusi barang dan jasa. Biaya transportasi yang selama ini menjadi komponen biaya yang cukup besar dalam biaya logistik barang dan jasa tentu dapat ditekan dengan adanya jalan tol.

Kedua aspek dukungan di atas, dukungan kelembagaan dan infrasruktur, bila bersinergi akan dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi kreatif. Untuk dapat memberikan sumbangan yang lebih signifikan dalam perekonomian di Provinsi Lampung, ekonomi kreatif harus didorong menjadi skala usaha yang lebih besar dari skala UMKM menjadi skala industri. Bila hal ini tercapai, maka akan terjadi skala produksi barang dan jasa yang jauh lebih besar dan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memberikan lapangan pekerjaan yang lebih besar bagi masyarakat di Provinsi Lampung. Ini semua dapat diwujudkan salah satunya dengan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera di Provinsi Lampung yang sebentar lagi akan dapat dinikmati oleh masyarakat Lampung.

DAFTAR PUSTAKA

  • Badan Pusat Statistik RI. 2016. Publikasi Ekonomi Kreatif 2016. Jakarta
  • Howkins, J. 2001. The Creative Economy : How People Make Money From Ideas. 1st ed. London. Penguin Books
  • Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makroekonomi. Jakarta. Penerbit Erlangga
  • UNESCO. 2013. Creative Economy Report 2013. Special Edition